Matahari pagi di Kairo menyapa hangat pada Selasa, 2 Desember 2025, ketika kesibukan mulai melanda penginapan kami. Tepat pukul 09.00 pagi, kami harus bergegas meninggalkan lokasi yang terletak di Jalan Abdul Hakim Rifai No. 43, kawasan Mustafa Nahaas, Nasr City, Kairo. Pagi itu, kawasan Mustafa Nahaas yang merupakan salah satu nadi utama di Nasr City sudah berdenyut kencang. Gedung-gedung apartemen yang rapat dan lalu lintas yang mulai padat menjadi saksi keberangkatan kami dari distrik yang sering menjadi “rumah kedua” bagi banyak mahasiswa dan warga Indonesia di Mesir ini. Meninggalkan hiruk-pikuk ibu kota, roda kendaraan kami melaju ke arah timur menyusuri jalanan gurun menuju Ismailiyah. Kota yang dikenal sebagai “Kota Taman” ini bukan sekadar destinasi wisata, melainkan gerbang strategis yang menghubungkan Benua Afrika dan Asia, sekaligus pintu masuk utama menuju Semenanjung Sinai dan Gaza.
Baca juga : JEJAK KEMANUSIAAN DI NEGERI KINANAH: DARI DINGINNYA KAIRO HINGGA KOTA INDUSTRI SHARQIA
Tujuan spesifik kami adalah Abu Suwir, sebuah distrik yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat Ismailiyah. Sesampainya di kompleks pergudangan (warehouse), suasana haru langsung menyergap. Kami disambut hangat oleh Ustadz Yaqub al-Ghandur, Direktur GDD (Gazze Destek Derneği) Mesir. Sosok Ustadz Yaqub begitu karismatik dan penuh wibawa. Beliau bukan sekadar relawan biasa; beliau memiliki latar belakang birokrasi yang kuat karena pernah menjabat sebagai pejabat tinggi (Pengawas Perusahaan) di Kementerian Ekonomi Gaza. Pengalaman strategisnya di pemerintahan itulah yang membuat beliau sangat menguasai peta ekonomi dan kebutuhan logistik rakyat Palestina, sehingga mampu mengelola distribusi bantuan internasional dengan sangat presisi dari balik perbatasan.
Namun, yang membuat hati kami lebih bergetar adalah para pekerja yang berdiri di belakang Ustadz Yaqub. Mereka menyambut kami dengan senyum ketabahan. Mereka bukanlah pekerja biasa; mereka adalah para pengungsi asli Gaza. Orang-orang ini berhasil keluar dari zona perang, namun alih-alih berdiam diri, mereka memilih bekerja keras di gudang ini. Tangan-tangan merekalah yang membungkus paket bantuan ini. Bagi mereka, setiap kardus yang mereka angkat bukan sekadar pekerjaan, melainkan upaya mengirimkan napas kehidupan bagi keluarga, tetangga, dan tanah kelahiran yang mereka tinggalkan di seberang sana.
Di kawasan yang menjadi “dapur pacu” misi kemanusiaan ini, kami kemudian diajak mengunjungi gudang-gudang besar tempat ribuan ton bantuan dipersiapkan. Pertama, Warehouse Sanitasi: Di sini kami melihat toilet-toilet portabel yang unik. Seluruhnya dibuat dari bahan fiber non-besi. Pemilihan bahan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebuah strategi cerdik untuk menyiasati blokade. Pihak Israel menerapkan aturan yang sangat ketat dan melarang masuknya segala bentuk peralatan yang mengandung unsur besi atau logam, dengan dalih keamanan. Agar bantuan krusial ini tidak ditolak di perbatasan, toilet-toilet ini didesain sepenuhnya menggunakan fiber tanpa kandungan besi sedikitpun, sehingga bisa lolos pemeriksaan dan sampai kepada ribuan pengungsi yang sangat membutuhkan akses sanitasi layak. Kedua, Warehouse Medis: Menyimpan pasokan darurat seperti perban, antiseptik, alkohol, hingga cairan infus. Ini adalah “napas buatan” bagi rumah sakit di Gaza yang tengah sekarat. Ketiga, warehouse Logistik: Tempat pengepakan sembako padat nutrisi. Setiap kardus berisi gandum, minyak, keju, kismis, hingga kacang-kacangan.
Setelah proses pengepakan usai, momen puncak pun tiba. Tepat pukul 15.00 waktu setempat, deru mesin dari 13 truk kontainer besar terdengar bersahutan, memecah keheningan sore di Abu Suwir. Dari total armada tersebut, terdapat jejak kepedulian yang sangat nyata dari masyarakat Indonesia; 7 truk kontainer di antaranya merupakan hasil donasi para muzaki dan munfiq yang disalurkan melalui Lazismu. Amanah umat ini terwujud dalam rincian muatan yang sangat vital: 3 kontainer penuh gandum sebagai pangan pokok, 1 kontainer paket obat-obatan darurat, 1 kontainer paket sembako lengkap, 1 kontainer toilet portabel, dan 1 kontainer berisi selimut untuk menghangatkan warga Gaza dari ancaman musim dingin yang ekstrem.
Saat roda-roda raksasa itu mulai berputar perlahan menyusuri jalanan Ismailiyah, suasana berubah menjadi sangat emosional dan penuh semangat. Kami, Kontingen Lazismu bersama Poroz yang turut didampingi oleh kawan-kawan muda dari PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) Mesir, tak kuasa menahan rasa bangga. Kami meluapkan kegembiraan dengan mengibar-ngibarkan bendera kebanggaan: Sang Saka Merah Putih berkibar bersanding dengan bendera Palestina, serta panji Muhammadiyah dan Lazismu. Kibaran bendera di tengah debu jalanan itu menjadi simbol visual yang kuat; sebuah pesan persaudaraan yang kami titipkan kepada para sopir sebelum mereka menembus bahaya.

Kami terus menyertai konvoi tersebut, mengawal dari belakang dengan penuh harap. Namun, pengawalan kami harus terhenti di batas ujung kota Ismailiyah. Pihak keamanan setempat dengan tegas melarang rombongan sipil untuk melanjutkan perjalanan menyeberang ke Semenanjung Sinai. Wilayah Sinai, khususnya jalur utara menuju Rafah, adalah zona militer “merah” yang sangat berbahaya. Ancaman dari kelompok militan bersenjata, ditambah ketegangan eskalasi perang yang membuat pengawasan udara begitu ketat, menjadikan jalur gurun tersebut mustahil dilewati oleh warga sipil tanpa protokol keamanan tingkat tinggi. Risiko terjebak konflik atau salah sasaran adalah ancaman nyata di hamparan pasir tersebut.
Dengan berat hati, kami harus melepas iring-iringan itu di tepian kota. Kami hanya bisa menatap punggung 13 truk kontainer—termasuk 7 kontainer amanah Lazismu—yang terus melaju menjauh, membelah cakrawala menuju kota Al-Arish dan selanjutnya ke gerbang Rafah. Para pengemudi truk itu kini menjadi pejuang garda terdepan, mempertaruhkan nyawa menembus jalur neraka demi menyampaikan titipan bangsa Indonesia. Meski langkah kami terhenti di Ismailiyah, doa dan kibaran bendera kami tadi seolah terus melaju bersama roda-roda truk itu, berharap pelukan hangat dari Indonesia segera sampai kepada saudara-saudara kami di Gaza.
Ditulis oleh Agus Miswanto, MA
Aggota Delegasi Lazismu Join Action for Palestine 4, Dewan Pengawas Syariah Lazismu Jateng, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA).









Butuh Bantuan?
Jika Anda memiliki pertanyaan seputar Zakat, Infaq, Sedekah dan Fidyah silahkan Hubungi Kami!