Kenapa Membayar Zakat Melalui Lembaga Amil Zakat (Laz)?

Seiring berjalannya waktu. Ribuan tahun setelah Rosulullooh Muhammad SAW. Banyak praktek pengamalan beragama yang beragam. Bahkan pada hal yang pokok. Tak terlepas Rukun Islam yang ketiga yakni Zakat. Zakat, terutama Zakat Maal sebagai sendi Islam, dalam penunaiannya nampak nyata paling minim diperhatikan oleh umat Islam. Masih kalah jauh dengan pengamalan Haji walaupun sebagai Rukun Islam terakhir yakni Rukun kelima.

Haji bila dihitung sepuluh tahun terakhir yang berangkat dan kuota lebih dari dua ratus ribu per tahun selama waiting list rata-rata dua puluh tahun maka akan ketemu tingkat kepatuhan ibadah Haji umat Islam Indonesia sebesar 3%. Padahal menurut data Baznas, penghimpunan Zakat tidak pernah beranjak dari 1% dari potensi tiap tahunnya.

Maka perlu pembahasan dasar-dasar penunaian Zakat dengan lebih mendalam. Salah satunya tentang Rukun Zakat. Secara umum, selama ini dipahami Rukun Zakat hanya Nishob dan Haul. Nishob berhubungan dengan jumlah kekayaan minimal kena Zakat, Haul berhubungan dengan waktu minimal kena Zakat. Sedangkan subyek pengambil Zakat, yang ketika zaman Rosul SAW dan Kholifah empat disahkan sebagai pengelola Baitul Maal selalu luput dari pembahasan didalam Rukun Zakat.

Pengelola Baitul Maal, yang di Indonesia kini disebut LAZ (Lembaga Amil Zakat), adalah adalah satu-satunya subyek yang diakui dalam mengelola Zakat jika sebuah negara telah mengesahkannya. Lain mungkin prakteknya bila kita hidup di Amerika, Jepang atau Papua New Guinea. Kita hidup di Indonesia yang telah ada UU Pengelolaan Zakat, lengkap dengan regulasi turunannya, sehingga pengesahan sepihak lembaga Amil adalah pelanggaran pidana. Maka pembahasan Amil menjadi salah satu Rukun Zakat menjadi relevan.